Pages

Selasa, 01 Januari 2013

BANK SYARIAH DAN PENGELOLAANYA DI PEREKONOMIAN INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan atau tabungan, kemudian menyalurkannya ke masyarakat yang memerlukan dana dalam bentuk pinjaman atau kredit. Bank dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jenis bank di Indonesia ada dua yaitu bank Syariah dan bank Konvensional. Pada dasarnya kinerja dari kedua bank ini sama, yaitu menghimpun dana dan meyalurkannya kepada nasabah. Namun, dalam masalah pengembalian dana yang disalurkan pada masyarakat, sistem bank Syariah berbeda dengan bank Konvensional. Pada bank Konvensional dikenal dengan istilah bunga, sedangkan pada bank Syariah dikenal dengan istilah bagi hasil. Seperti yang dikemukan oleh Muhammad (2005) yaitu Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvensional dengan syariah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah.

Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja (Syafi’I Antonio, 2001).
Bank konvensional atau bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum merupakan bagian dari perbankan nasional yang memiliki fungsiutama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran.

1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah:
1.      Pengertian bank Syariah
2.      Bagaiaman Perbedaan antara bank Syariah dengan bank konvensional.
3.      Apa saja keunggulan dan kelemahan dari bank Syariah
4.      Bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah ?

1.3         Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Pengertian bank Syariah
2.      Mencari perbedaan yang mendasar antara bank Syariah dengan bank Konvensional.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah


1.4         Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui pengertian bank Syariah.
2.      Menganalisis perbedaan yang mendasar antara bank Syariah dengan bank Konvensional.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengawasan terhadap bank syariah


1.5         Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Bagi penulis, dengan menulis makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai perbankan Syariah.
2.      Bagi pembaca dapat mengetahui apa itu bank Syariah
3.      Dapat mengetahui perbedaan bank Syariah dengan bank Konvensional














BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Bank Syariah
2.1.1   Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah adalah bank islam. Bank Syariah tidak mengenal istilah bunga, namun bank Syariah mempunyai sistem yang disebut sistem bagi hasil. Bank Syariah juga bisa disebut sebagai bank yang berlandaskan al-Quran dan Hadist, karena bank Syariah menggunakan sistem bagi hasil, yang mana untung atau ruginya nasabah ditanggung bersama antara pihak bank dengan nasabah.
Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank Syariah tersebut bisa dikategorikan dalam dua pengertian yaitu bank Islam dan bank yang mengacu pada ketentuan islam. Bank Islam yaitu bank yang dalam operasionalnya utuh mengacu atau berpegang pada al-quran dan hadist, sedangkan bank yang beroperasi sesuai dengan syariat Islam adalah bank yang beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan dari bank Islam.
2.1.2  Sejarah Bank Syariah
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
            Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan.Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.

2.1.3        Dasar-dasar Perbankan Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Untuk menjalankan operasinya, layaknya perusahaan atau bank lainnya, bank Syariah juga mempunyai prinsip-prinsip yang berguna untuk mengatur kegiatan operasinya.

Dasar-dasar perbankan syariah diantaranya:
a.                  Jual-Beli
-           Murabahah
Akad jual beli dimana harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang dijelaskan dengan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur/cicilan atau sekaligus
-           Salam
Jual beli dengan cara pemesanan, dimana pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah disebutkan spesifikasinya, dan barang dikirim kemudian. Salam biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian jangka pendek. Dalam hal ini lembaga keuangan bertindak sebagai pembeli produk dan memberikan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya.
-           Istisna
Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasaran persyaratan serta kriteria tertentu, sedangkan pola pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan (dapat dilakukan di depan atau pada saat pengiriman barang)
-           Ijarah

Akad sewa menyewa barang antara kedua belah pihak, untuk memperoleh manfaat atas barang yang disewa.
Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik barang) dengan nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk cicilan pokok harga barang sehingga pada akhir masa perjanjian penyewa dapat membeli barang tersebut dengan sisa harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank. Karena itu biasanya ijarah ini biasanya dinamai dengan al ijarah waliqtina atau al ijarah almuntahia bittamlik
-           Ba’i Al Muthlaq
Jual beli biasa, yaitu pertukaran barang dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Bai al muthlaq dilakukan untuk pelaksanaan jual beli barang keperluan kantor (fixed assets). Jual beli seperti ini menjiwai semua produk yang didasarkan pada transaksi jual beli
-           Muqayyad
Jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). Jual beli semacam ini dilakukan sebagai jalan keluar bagi ekspor yang tidak bisa menghasilkan mata uang asing (valas)
-           Sharf
Jual beli mata uang asing yang saling berbeda, seperti Rupiah dengan Dollar, Dollar dengan Yen; sharf dilakukan dalam bentuk Bank Notes dan transfer, dengan menggunakan nilai kurs yang berlaku pada saat transaksi.


b.                  Bagi Hasil
-           Mudharabah
Akad yang dilakukan antara pemilik modal (sahibulmaal) dengan pengelola (mudharib) dengan nisbah bagi hasil yang disepakati di awal, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal
-           Mudharabah Muqayyadah
Akad yang dilakukan antara pemilik modal untuk usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (sahibulmaal) dengan pengelola (mudharib) dengan nisbah bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Dalam terminologi perbankan syariah ini lazim disebut Special Investment.
-           Musyarakah
Akad antara dua pemilik modal atau lebih untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pelaksanaannya bisa ditunjuk salah satu dari mereka.
Akad ini diterapkan pada usaha/proyek yang sebagiannya dibiayai oleh lembaga keuangan sedangkan selebihnya dibiayai oleh nasabah.
-           Musyarakah Mutanaqisah
Akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap. Akad iniditerapkan pada pembiayaan proyek yang dibiayai oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya dimana bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli oleh pihak lainnya dengan cara memcicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil , sedangkan usaha itu berjalan terus dengan modal yang tetap.
Beberapa prinsip/ hukum lainnya yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
·                          Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
·                          Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
·                          Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
·                          Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
·                          Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.



2.1.4  Tujuan Bank Syariah

Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini. Suatu hal yang sangat menggembirakan bahwa belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan membangun model teori ekonomi yang bebas dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan. Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah didirikan. Tujuan perbankan syariah didirikan dikarenakan pengambilan riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan (QS. Al-Baqarah 2 : 275). Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga (Zaenul Arifin, 2002: 39-40)

2.1.5 Fungsi Bank Syariah
  • Intermediary agent (sama seperti bank konvensional)
  • Fund atau investment manager
  • Penyedia jasa perbankan pada umumnya (sama seperti bank konvensional) sepanjang tidak melanggar syariah
  • Pengelola fungsi sosial (ZISWA)
  • Alat transmisi kebijakan moneter (sama seperti bank Konvensional)

2.1.6 Falsafah Operasional Bank Syariah

Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama, harus dihindari (ibid).
a)    Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya :
  1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan usaha (QS. Luqman, ayat :34)
  2. Menghindari penggunaan sistem prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. Ali-Imron, 130)
  3. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim Bab Riba No. 1551 s/d 1567)
  4. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan tambahan dimuka atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572).
b)    Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan.
Dengan mengacu pada Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong  produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.
2.2         Perbedaan Antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Bank konvensional yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk periode tertentu.
Bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Secara pengertian, bank Syariah sudah berbeda dengan bank Konvensional, tentunya dalam hal operasional dan hal-hal lainnya. Berikut perbedaan antara bank Syariah dengan bank Konvensional:

No
Bank Konvensional
Bank Syariah
1.
Bebas nilai
Berinvestasi pada usaha yang halal
2.
Sistem bunga
Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
3.
Besarannya tetap
Besaran bagi hasil beubah-ubah tergantung kinerja usaha
4.
Profit oriented
Profit dan falah oriented
5.
Hubungan debitur-kreditur
Pola hubungan kemitraan
6.
Tidak ada lembaga sejenis
Ada Dewan Pengawas Syariah
7
Melakukan investasi dalam segala bentuk tidak memikirkan halal dan haram
Melakukan investasi yang halal-halal saja
8
Hasil investasi tiap bulannya tetap
Hasil tiap bulannya berfluktuasi sesuai dengan kinerja bank
9
Laporan kinerjanya tidak transparan
Laporan kinerjanya transparan

Perbandingan system bunga (bank konvensional) dan system bagi hasil (bank syari’ah) meliputi:
No
Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil
1.
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi
2.
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Besarnya nisbah (rasio) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3.
Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
4.
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
5.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak


2.2.1 Sumber Dana Bank Syariah

            Bagi bank konvensional selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk “menahan” uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan(jaga-jaga), dan investasi (John M. Keynes, 1936). Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun sesuai dengan tiga fungsi tersebut yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.

            Dalam pandangan syariah uang bukanlah suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang mengembang-biakan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities) baik secara langsung maupun melalui transaksi perdagangan ataupun secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.

Berdasarkan prinsip tersebut Bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk (Zainul Arifin, Op.cit, 53):
  1. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbaaln atau keuntungan.
  2. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/ mudharabah mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan porofolio yang didanai dengan modal tersebut.
  3. Investasi khusus (spesial investment account / mudharabah muqayyadah) di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi.
Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari (Ibid):
  • Modal Inti (core capital)
  • Kuasi ekuitas (mudharabah account)
  • Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit)
2.2.2 Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah

            Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan Pengawas Syariah” yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional.
Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah :
a.       Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
b.      Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan. Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :
(1)   Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif
- Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang honorariumnya
(2)   Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya Badan Pengawas lainnya.
Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional ( DSN ). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :
·        Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain
·        Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah,
·        Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam mengawasi bank-bank syariah
·        Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas syariah.



BAB III
PENUTUP


3.1         Kesimpulan

1.             Bank Syariah adalah bank islam. Bank Syariah tidak mengenal istilah bunga, namun bank Syariah mempunyai sistem yang disebut sistem bagi hasil. Bank Syariah juga bisa disebut sebagai bank yang berlandaskan al-Quran dan Hadist, karena bank Syariah menggunakan sistem bagi hasil, yang mana untung atau ruginya nasabah ditanggung bersama antara pihak bank dengan nasabah.
2.             Perbedaan bank Syariah dengan bank Konvensional
a.             Bank Syariah yaitu : berorientasi pada usaha yang halal, bagi hasil, jumlah yang berubah-ubah, hubungab kemitraan, ada dewan pengawas syariah, investasi yang halal, laporan kinerja transparan
b.             Bank Konvensional yaitu : beroriantasi pada segala usaha, sistem bunga, jumlah pendapatan yang tetap, hubungan debitur-kreditur, tidak adal lembaga seperti dewan pengawas syariah, investasi tidak memikrkan halal atau haram, laporan kinerja tidak transparan.

3.2         Saran
Bank Syariah adalah bank yang ikut menerima resiko jika terjadi kerugian.Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar